Wednesday, October 5, 2011

Teori New Public Management di Dalam Praktik Akuntansi Pemerintahan di Indonesia


New Public Management berfokus pada pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan pada kebijakan. Penerapan teori juga menimbulkan beberapa konsekuensi, diantaranya adalah tuntutan melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender. Osborne dan Gaebler (1992) juga mengemukakan pandangan yang dikenal dengan konep “Reinventing Government” berdasarkan teori New Public Management. Konep ini menyebutkan 10 prespektif dari pemerintah, yaitu :
  1. Pemerintahan katalis (fokus pada pemberian arahan bukan produksi layanan publik)
  2. Pemerintah milik masyarakat (lebih memberdayakan masyarakat daripada melayani)
  3. Pemerintah yang kompetitif (mendorong semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik)
  4. Pemerintah yang digerakkan oleh misi (mengubah oragnisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi digerakkan oleh misi)
  5. Pemerintah yang berorientasi hasil (membiayai hasil bukan masukan)
  6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan ( memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi)
  7. Pemerintah wirausaha (mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan)
  8. Pemerintah yang antisipatif (berupaya mencegah daripada mengobati)
  9. Pemerintah desentralisasi (dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja)
  10. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar (mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar/sistem insentif dan bukan mekanisme administratif/sistem prosedur dan pemaksaan).
Salah satu pengaruh diterapkannya New Public Management adalah terjadinya perubahan dari sitem anggaran model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.
Seiring dengan perkembangan New Public Management, muncul teknik penganggaran baru sektor publik, yaitu :
a.       Teknik Anggaran Kinerja (Performance Budgeting)
Pendekatan kinerja disusun untuk  mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran. Pendekatan ini sangat menekankan pada konsep value of money dan pengawasan atas kinerja output dan mengutamakan mekanisme penentuan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikannya, anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik analisis biaya dan manfaat.

b.      Zero Based Budgetting
Konsep ini dapat menghilangkan kelemahan pada konsep incrementaslim dan line item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero base). ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun didasarkan pada kebutuhan saat ini. Item anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapain tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item baru.

c.       Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS)
Teknik ini didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya pada alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem ini dibuat berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu. PPBS ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya yang lebih baik, disebakan sumber day yang dimiliki terbatas jumlahnya, sedangkan tuntutan masyarakat yang tidak terbatas jumlahnya.

Pendekatan baru dalam sistem anggaran negara tersebut, menurut Mardiasmo, dalm bukunya Akuntansi Sektor Publik cenderung memiliki karakteristik :
1)      komprehensif/komparatif
2)      terintegrasi dan lintas departemen
3)      proses pengambilan keputusan yang rasional
4)      berjangka panjang
5)      spesifikasi tujuan dan urutan prioritas
6)      analisis total cost and benefit (termasuk opportunity cost)
7)      berorientsi pada input, output, dan outcome, bukan sekedar input
8)      adanya pengawasan kinerja.
Praktek-praktek pada pelayanan publik seperti pungli, KKN, diskriminasi pelayanan, proseduralisme dan berbagai macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien masih terdapat pada pelayanan publik di negara kita dan mengakibatkan semakin terpuruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintah Indonesia. Reinventing Government yang digagas oleh Osborne dan Gaebler menemukan titik relevansinya dalm konteks optimilisasi pelayanan publik. Pemerintah seharusnya lebih berfungsi mengarahkan ketimbang mengayuh, memberi wewenang ketimbang melayani, menyisipkan kompetisi dalam pemberian pelayanan, digerakkan oleh misi bukan peraturan, orientasi pada hasil bukan pemasukan, orientasi pada pelanggan bukan birokrasi, menghasilkan ketimbang membelanjankan, mencegah ketimbang mengobati, desentralisasi dan pemerintah berorientasi pasar. Semua itu harusnya diterapkan oleh pemerintah kita untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Namun, dalam pelaksanaan 10 prinsip Reinventing Government tentu harus disesuaikan dengan sosio-kultur bangsa kita agar bisa secara efektif dan efisien menghilangkan praktek-praktek tidak sehat pada pelayanan publik.

Referensi
  1. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Pengawasan BPKP. Sistem Administrasi Keuangan Negara I. 2007. (pusdiklatwas.bpkp.go.id/filenya/namafile/280/SAKN_1.pdf)
  2. Fanani, Ahmad Zaenal. Optimalisasi Pelayanan Publik : Perspektif David Osborne dan Ted Gaebler. (www.badilag.net/.../OPTIMALISASI%20PELAYANAN%20PUBLIK..)
  3. Mahmudi. New Public Management (NPM) : Pendekatan Baru Manajemen Sektor Publik. 2003. (journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/view/919)
  4. Mahmudi. Studi Kasus sebagai Strategi Riset untuk Mengembangkan Akuntansi Sektor Publik. 2003. (http://journal.uii.ac.id/index.php/JAAI/article/view/850/776)